Juni 09, 2009

Mengapa Terjemahan Alkitab Berubah-ubah

Ada banyak versi terjemahan Alkitab yang di terbitkan oleh LAI. Hal ini menyebabkan beberapa orang di luar Kristen mengatakan Alkitab tak lebih dari kertas toilet karena berubah-berubah. Masa ada kitab suci berubah-ubah?

Menjawab pertanyaan ini, mari kita dengar langsung penuturan orang dalam di LAI: Dalam menterjemahkan sesuatu itu butuh kejelian dan perhatian pada konteks. Mengapa? Supaya yang baca nanti mengerti apa maksud sebenarnya dari kitab itu. Contohnya orang Irian tidak mengerti roti, sedangkan dalam kitab Injil ada banyak sekali perkataan Yesus yang memakai kata “roti, misalnya Mat 4:4 “…Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kalau ada orang Irian yang baca nats ini, bukankah ia akan bertanya-tanya apa itu roti? Bukannya dia mengerti firman Tuhan, nantinya dia malah bingung. Itulah sebabnya kata “roti” diganti dengan kata “sagu” dalam kitab bahasa daerah mereka. Ini sebab yang pertama.

Sebab kedua adalah karena perkembangan bahasa yang terus menerus. Jadi fokusnya hanya supaya yang baca Alkitab mengerti firman Tuhan. contohnya Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, terjemahannya lebih dimengerti jika dibaca oleh mereka yang baru bertobat. Kalau mereka lebih cepat mengerti, otomatis pertumbuhan rohani mereka juga lebih cepat.

Kalau begitu bagaimana proses penterjemahan Alkitab itu sendiri?
Pertama-tama dibentuk komisi-komisi seperti komisi bahasa Ibrani (untuk menterjemahkan PL), komisi bahasa Indonesia, dan berbagai komisi lainnya yang dipandang perlu untuk keakuratan terjemahan Alkitab. Para ahli PL dan PB juga dilibatkan dalam proses ini supaya tim penterjemah tahu apakah terjemahannya sudah sesuai tepat atau belum. Karena inilah proses penterjemahan membutuhkan waktu sekitar 20 tahun sampai siap diterbitkan, sebab LAI menterjemahkan Alkitab langsung dari bahasa Ibrani, Yunani, dan Aram. Kitab PB membutuhkan waktu sekitar 4-6 tahun untuk diterjemahkan, sedangkan PL membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk diterjemahkan. Sama halnya dengan Alkitab dalam bahasa daerah, hanya saja kalau bahasa daerah sering direvisi karena masukan-masukan dari gereja-gereja setempat yang merasa ada kata yang kurang tepat. Biasanya revisi ini di dapat ketika workshop. Jadi LAI adakan workshop kemudian tim penterjemahpun dibentuk.

Bagaimana dengan Alkitab-alkitab yang memakai terjemahan Yehovah untuk kata Allah?
Yang penting adalah apakah terjemahan itu membuat orang hidup lebih dekat pada Tuhan atau malah membingungkan mereka. Kata “Allah” itu sudah bahasa Indoenesia, apa perlunya lagi diganti menjadi “Yehovah?” Terlepas dari apa motif mereka, sebaiknya mereka sadar bahwa terjemahan itu harus membuat pembaca mengerti apa yang mereka baca. Inilah system baru yang dipakai oleh LAI. Dulu memang LAI menekankan supaya Alkitab diterjemahkan sedekat-dekatnya dengan teks aslinya, sebab begitulah system yang ada di tahun 1964. Tapi sekarang sudah berbeda, tujuan LAI dalam menterjemahkan adalah supaya mereka tahu maksud sebenarnya dari penulisan.

Inilah jawaban mengapa terjemahan Alkitab berubah-ubah.