Juni 09, 2009

Kasih itu Pilihan

“Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya…Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” (1 Yoh 4:9-11)

Dunia berkata: jangan nuntut orang mengasihi kita, tetapi buatlah supaya diri kita dikasihi orang. Dalam perkataan ini ada dua hal tersirat: kasih itu tidak bisa dipaksakan, dan untuk dikasihi, kita harus berusaha. Bukankah ini suatu hal yang mustahil? Bagaimana mungkin kita bisa mengusahakan manusia (makhluk yang tak pernah puas) untuk mengasihi kita? Karena itu prinsip ini kadang berhasil dan kadang tidak berhasil.

Tetapi ada satu prinsip kasih yang selalu berhasil dalam setiap hubungan, yaitu prinsip: kasih itu adalah pilihan. Kasih adalah pilihan di mana kita memilih untuk mengasihi orang yang berbeda dengan kita. Berbeda pola pikir, berbeda kebudayaan, berbeda gender, berbeda tingkat social, berbeda agama, berbeda kebiasaan, berbeda sifat, dll.

Sama seperti Allah memilih untuk mengasihi kita ketika Ia juga punya hak untuk membinasakan umat manusia yang berdosa, kita juga dapat memilih untuk mengasihi, baik itu mengasihi Allah ataupun sesama ketika kita juga punya hak untuk tidak mengasihi mereka.

Kita tidak akan terjebak pada prinsip dunia dan terperosok pada: rasa kurang mengasihi sesama yang kita anggap tidak dapat membuat kita mengasihi orang tersebut. Kita tidak mungkin berkata, “Saya mengasihi A, B, C karena mereka dapat membuat saya mengasihi mereka, sedangkan saya tidak mengasihi D karena dia tidak dapat membuat saya mengasihi dirinya.”

Kasih itu adalah pilihan, ia mewakili komitmen. Kita mengasihi orang lain yang tidak pantas untuk kita kasihi, semata-mata karena Tuhan juga mengasihi dia. Inilah patokannya, dan inilah yang Allah maksudkan dengan kasih.