Juni 09, 2009

Kisah Gary

Saya dapat mengingat dengan jelas hari ketika kecelakaan itu terjadi, sama seperti Shannon. Meskipun tanggal tersebut, 29 Agustus 1984, merupakan hari kematian Marjorie, Allah juga melahirkan sesuatu yang spesial di dalam hati kami di hari itu berupa damai sejahtera yang melampaui segala akal (Filipi 4:7), suatu keyakinan yang dalam akan kedaulatan-Nya, dan persahabatan yang tidak disangka-sangka yang kemudian memuliakan Allah dengan cara yang mengagumkan selama bertahun-tahun.
Masih segar dalam ingatan saya, selama 45 menit mengantarkan jenazah Marjorie pulang. Saya merenungkan satu hal: Bagaimanakah Marjorie akan merespon bila kejadiannya dibalik, yaitu bila aku yang mati?
Saya menginginkan setiap kata yang saya ucapkan kepada Shannon adalah sesuai dengan kehendak Allah bagi hidupnya. Saya tahu bahwa saya sedang memikul tanggung jawab yang besar bila saya mengatakan sesuatu yang salah, hal itu dapat menimbulkan musibah kedua. Saya melihat kesempatan untuk berbicara kepada Shannon, sebagai kesempatan untuk memberkatinya, bukan untuk menyalahkannya..

Saya tidak tahu bagaimana Allah akan menggerakkan dan memakai kehidupan Shannon. Namun kini saya hanya bisa bersyukur untuk apa yang telah dilakukan Tuhan. Saya tidak pernah bermimpi bahwa ia akan menjadi pendeta bagi kaum muda, atau pendidik rohani, atau penulis yang sanggup menjamah banyak jiwa di berbagai negara melalui tulisannya. Semuanya itu tidak pernah saya bayangkan pada saat kecelakaan itu terjadi.

Marjorie adalah guru dan juga penulis yang menginspirasikan banyak orang. Dan saya tahu bahwa ia pasti sangat senang bila melihat apa yang diperbuat Shannon, mendorong para wanita untuk hidup dengan integritas dan mengasihi Yesus tanpa batas. Semua itu jelas merupakan pesan yang mengena di hati Marjorie.

Kami telah memilih untuk memberkati dan bukan menyalahkan. Kami telah mengizinkan Allah untuk mengubah tragedi menjadi kemenangan. Kami telah memahami kedaulatan Allah, dan menyatakan bahwa seberat apapun luka yang terjadi, kami tetap milik-Nya, selamanya.
Gary Jarstfer