Juni 09, 2009

Garam

Garam sudah dikenal oleh manusia sejak 300 tahun sebelum Masehi. Pada zaman kejayaan Romawi garam dapur juga diperjuangkan sebagai bahan kebutuhan pokok penting yang memegang peranan ekonomi, politik dan militer. Karena garam, orang Romawi membangun Jalan Raya Via salaria (Jalan Garam) sampai angkatan perang mereka dikerahkan untuk menyelesaikannya. Mula-mula hanya dipakai untuk mengangkut garam dari Tambang Ostia ke kota Roma, tapi kemudian jalan itu juga dipakai untuk gerakan militer angkatan bersenjata tajam.
Ada suatu masa ketika garam itu begitu langka dan sukar diperoleh. Karenanya ia dipakai sebagai alat pembayaran yang sah. Bagian dari gaji berwujud garam ini dikenal sebagai salarium mereka. Dari istilah inilah timbulnya salary orang Inggris dan salaris orang Belanda.
Mengapa manusia memperlakukan garam sedemikian rupa? Karena Natrium dalam garam itu sangat diperlukan oleh sel tubuh, untuk menjalankan kegiatannya, terutama ketika ia harus menukar sisa-sisa zat berasal dari makanan, dengan zat berasal dari sari makanan baru yang masuk ke dalam tubuh. Kelancaran pertukaran zat ini sangat bergantung pada kadar Natrium pada membran (selaput) sel.
Natrium ini dapat beredar ke seluruh tubuh, karena darah mengedarkannya.
Kadar garam sekitar 0,9% (yang tepat sebenarnya 0,85%) saja sudah cukup untuk menggerakkan seluruh kegiatan sel tubuh yang pada gilirannya menggerakkan macam-macam kegiatan badan, mulai dari bangun tidur, sarapan pagi, bertengkar, berdamai, sikat gigi, dll.
Perubahan yang tiba-tiba dari kadar 0,9% itu akan menimbulkan perubahan yang merongrong kesehatan jasmani. Mula-mula, yang merasakan akibat langsung dari perubahan itu ialah butir-butir darah merah (si tukang angkut). Kenaikan kadar garam menyebabkan butir darah merah menyusut dan keriput. Mereka lumpuh dan tidak bisa menjalankan tugas angkut-mengangkut dengan baik lagi. Sebaliknya, penurunan kadar garam mendorong butir darah merah itu mengembang dan robek kulitnya. Lumpuh juga !
Kalau keadaannya tidak membaik, maka yang turut menderita ialah sel-sel jaringan tubuh yang bertugas menukar zat. Tiap perubahan kadar garam yang serius menyebabkan gangguan dalam pertukaran zat yang mereka selenggarakan. Kadang-kadang malah mereka sendiri yang mati, diikuti kematian jaringan tubuh setempat.
Untungnya tubuh kita sudah dibekali dengan alat yang bertugas menjaga kadar garam itu jangan sampai berguncang terlalu besar, yaitu ginjal. Kalau garam cenderung naik kadarnya, ginjal berusaha membuang garam itu sebagian ke luar badan lagi bersama air seni, keringat, kotoran atau air mata.
Sebaliknya, kalau kadar garam itu cenderung turun, maka ini pun dicegah oleh ginjal yang menahan garam itu agak lama.
Biang keladi kamampuan ginjal untuk menjaga imbangan itu ialah hormon yang dikeluarkan oleh cortex (bagian luar dari kelenjar anak ginjal), yang masuk ke dalam peredaran darah.
Orang sehat biasanya mampu mengeluarkan garam Natriumchlorida dari tubuhnya sebanyak 10-15 g setiap hari. Karena Natrium kira-kira hanya merupakan 51% saja dari Natriumchlorida keseluruhan, maka jumlah itu kira-kira setara dengan 5-8 g Natrium per hari. Selama garam yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui makanan dan jajan setiap harinya itu seimbang banyaknya dengan yang mampu dikeluarkan ini, maka orang sehat itu tidak merasa terganggu kesehatannya.
Tapi tidak begitu dengan orang sakit atau orang yang sedang terganggu mekanisme faali tubuhnya, karena ginjalnya rusak atau luka. Pada tubuh yang tak mampu mengeluarkan garam secukupnya, ada kecenderungan dari garam untuk menumpuk dan menahan air dalam ruangan antar jaringan tubuh, sampai badan menunjukkan gejala oedema. Cairan terkumpul di tempat-tempat yang tak lazim, lalu jeroan seperti otak, jantung, hati dan ginjal bisa membengkak melebihi ukuran, sampai mereka tidak bisa bekerja baik sebagaimana mestinya lagi.
Karena ketidakmampuan inilah, maka dokter yang mengetahuinya biasanya mengharuskan pasien itu agar mengurangi makan garam, dan memeriksakan air seninya secara berkala di laboratorium rumah sakit, untuk diketahui kadar chloridanya.
Sebagai gantinya, untuk makanan si pasien diberikan garam-garaman lain yang sama asinnya, tapi tidak mengandung Natrium, yaitu Magnesiumkarbonat, yang dijual sebagai garam diit.