Juni 09, 2009

Apakah Mungkin Orang Percaya Diliputi Ketakutan dan Keputus-asaan?

Bukannya bersuka karena kemenangannnya melawan nabi-nabi Baal, Elia jatuh dalam keputus-asaan (I Raj 19:4)
Setelah ia memproklamasikan kesetiaannya pada Yesus (Mat 26:33-35), Petrus menyangkal Dia dengan kutukan dan menangis tersedu-sedu (Mark 14:66-72)
Paulus “putus asa akan hidup” (2 Kor 1:8), dan menderita sekali karena tak berdaya melawan “daging” (Rom 7:18-24)
Walau Tuhan memakai mereka untuk melakukan hal-hal besar, mereka mengalami dunia mereka berputar di luar kendali mereka.
Contoh-contoh di atas menyadarkan kita kalau orang percaya seringkali berhadapan dengan cobaan yang tak terduga dan tidak tahu apa maksud dari cobaan tersebut. Tapi contoh Alkitabiah dari tokoh-tokoh di atas membukakan mata kita bahwa pengalaman stress dan putus asa dapat menjadi waktu-waktu yang membuat rohani kita justru bertumbuh semakin cepat.
Cerita tentang penulis lagu William Cowper mengilustrasikan betapa kasih karunia Tuhan dapat ikut campur dalam keputus asaan kita. Semua orang yang tahu sejarah William akan mengerti mengapa Cowper mengalami masa depresi yang panjang. Pada suatu kali, karena yakin telah melakukan dosa yang tak dapat diampuni, dia meninggalkan rumahnya di malam hari ketika kabut menyelimuti London, dan berjalan menuju sungai Thames untuk bunuh diri. Sementara ia berjalan, kabut bertambah tebal dan ia mulai kehilangan arah. Setelah beberapa jam berjalan tanpa tujuan, ia menemukan dirinya kembali di depan pintu rumahnya. Terpukau oleh campur tangan Tuhan, ia menulis sebuah puisi yang kemudian menjadi nyanyian:
God moves in a mysterious way His wonders to perform;
He plants His footsteps in the sea, and rides upon the storm.
Judge not the Lord by feeble sense, but trust Him for His grace;
behind a frowning providence He hides a smiling face.
Blind unbelief is sure to err and scan His work in vain;
God is His own Interpreter, and He will make it plain.
Terkadang Tuhan mengizinkan setan untuk menguji kita, seperti Ia mengizinkan Ayub untuk diuji (Ayub 1). Sebagai seorang pendakwa, setan menguji iman setiap orang agar mereka menjadi putus asa. Setan adalah musuh setiap orang percaya, ia dengan gigih mencari cara untuk membuat mereka merasakan kekosongan dalam imannya (1 Pet 5:8-9; Ef 6:10-12). Tapi sama seperti Tuhan menetapkan batasan akan apa yang dapat setan lakukan kepada Ayub (Ay 1:12), Ia juga berbuat serupa terhadap kita (1 Kor 10:13; Luk 22:31-32).
Sadarilah bahwa dibalik semuanya itu Tuhan sanggup mengubah keputus-asaan kita menjadi kebaikan. Tuhan menggunakan segala cara untuk memperkuat dan memurnikan kasih kita kepadaNya dan kepada sesama.
“Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu—yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api—sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:6-7)